Ini merupakan sebuah keluhan dari seorang temanku dari sekolah
yang berbeda mengenai ulangan yang dia lakasanakan.
Mengapa di zaman sekarang, mencontek merupakan hal
yang sungguh biasa saja, bahkan telah menjadi kebiasaan bagi kalangan remaja
yang masih sekolah.
Aku sebagai salah satu siswi yang masih mengikuti
ulangan di setiap semester dan mengakui mengikuti kebiasaan buruk
tersebut.Sebelumnya disaat aku mengawali masuk sekolah tersebut, aku sama
sekali tidak berani mencontek bahkan membawa kertas contekan maupun hp ke dalam
ruangan saat ulangan dilaksanakan. Tapi semenjak aku menduduki kelas dua,
mungkin karena lingkungan kelasku yang "klowor" membuatku menjadi
siswi yang rada "klowor" juga, yang berani mencontek dan bertanya
kepada teman disaat ulangan, tapi aku masih gak berani dan berusaha tidak
membawa contekan bahkan hp ke dalam ruangan saat ulangan.
Aku bete banget sama teman-temanku yang membawa
contekan atau hp tersebut. Mereka bisa melihat catatan kecil (contekan) yang
telah di tulis dari rumah atau yang di tulis pada saat jam istirahat atau
mereka membawa hp untuk bertanya kepada teman di lain kelas yang lebih pintar.
Karena kelakuan mereka tersebut, jadi nilai-nilai mereka pada bagus-bagus,
bahkan rankingnya yang awalnya berada di paling bawah, tiba- tiba melejit naik
menjadi ranking dua atau lima besar. Sedangkan aku yang cuma mencontek beberapa
malah nilaiku semakin jelek dan rankingku dikelas semakin jatuh. Setiap kali
aku pulang ke rumah, aku selalu memikirkan hal tersebut dan menceritakan hal
tersebut kepada orangtuaku, ibuku tenang bahkan mencoba menyemangatiku untuk
puas dengan hasil sendiri, tapi untuk bercerita kepada ayah aku masih belum
berani karena aku tahu beliau akan marah karena melihat nilaiku jelek-jelek.
Semakin kesini, aku semakin menyadari kalau hasil
sendiri memang wajib di syukuri karena telah berusaha walaupun semalam. Karena
dukungan ibu dari ceritanya yang dulunya tidak pernah mencontek, malah beliau
masuk koran saat beliau kuliah karena mendapatkan cum laude di Perguruan Tinggi
dimana ibu kuliah. Jadi, aku sekarang harus lebih berusaha lebih keras lagi dan
lagi untuk memenuhi kemauan ibu memasuki Perguruan Tinggi yang diinginkan
beliau.
Untuk mengatasi hal tersebut aku bingung mau bercerita
kepada siapa lagi yang dapat menanggulangi hal-hal tersebut, karena hal
tersebut telah menjamur di setiap sekolah di negaraku. Jadi mau tidak mau aku
harus terima dan hanya bisa mengeluh kepada keluargaku. Dalam agama yang
kuyakini sesungguhnya telah mengharamkan hal-hal tersebut, tapi karena
pemerintah saja membiarkan kami orang yang jujur di telan oleh orang yang “berpalsu”,
sehingga orang yang jujur hanya bisa diam melihat hal bodoh terus menerus
terjadi walaupun mereka telah berusaha untuk menasihati dan mengajak yang lain
untuk tidak melakukan lagi.
Sekarang aku hanya bisa mengadukannya dengan suatu
ungkapan:
-----"Aku telah berusaha, hasilnya aku berharap dan pasrah kepada
Allah SWT"-----
0 komentar:
Posting Komentar