Senin, 09 Juni 2014

Aku MENCONTEK

Ini merupakan sebuah keluhan dari seorang temanku dari sekolah yang berbeda mengenai ulangan yang dia lakasanakan.

Mengapa di zaman sekarang, mencontek merupakan hal yang sungguh biasa saja, bahkan telah menjadi kebiasaan bagi kalangan remaja yang masih sekolah.
Aku sebagai salah satu siswi yang masih mengikuti ulangan di setiap semester dan mengakui mengikuti kebiasaan buruk tersebut.Sebelumnya disaat aku mengawali masuk sekolah tersebut, aku sama sekali tidak berani mencontek bahkan membawa kertas contekan maupun hp ke dalam ruangan saat ulangan dilaksanakan. Tapi semenjak aku menduduki kelas dua, mungkin karena lingkungan kelasku yang "klowor" membuatku menjadi siswi yang rada "klowor" juga, yang berani mencontek dan bertanya kepada teman disaat ulangan, tapi aku masih gak berani dan berusaha tidak membawa contekan bahkan hp ke dalam ruangan saat ulangan.
Aku bete banget sama teman-temanku yang membawa contekan atau hp tersebut. Mereka bisa melihat catatan kecil (contekan) yang telah di tulis dari rumah atau yang di tulis pada saat jam istirahat atau mereka membawa hp untuk bertanya kepada teman di lain kelas yang lebih pintar. Karena kelakuan mereka tersebut, jadi nilai-nilai mereka pada bagus-bagus, bahkan rankingnya yang awalnya berada di paling bawah, tiba- tiba melejit naik menjadi ranking dua atau lima besar. Sedangkan aku yang cuma mencontek beberapa malah nilaiku semakin jelek dan rankingku dikelas semakin jatuh. Setiap kali aku pulang ke rumah, aku selalu memikirkan hal tersebut dan menceritakan hal tersebut kepada orangtuaku, ibuku tenang bahkan mencoba menyemangatiku untuk puas dengan hasil sendiri, tapi untuk bercerita kepada ayah aku masih belum berani karena aku tahu beliau akan marah karena melihat nilaiku jelek-jelek.
Semakin kesini, aku semakin menyadari kalau hasil sendiri memang wajib di syukuri karena telah berusaha walaupun semalam. Karena dukungan ibu dari ceritanya yang dulunya tidak pernah mencontek, malah beliau masuk koran saat beliau kuliah karena mendapatkan cum laude di Perguruan Tinggi dimana ibu kuliah. Jadi, aku sekarang harus lebih berusaha lebih keras lagi dan lagi untuk memenuhi kemauan ibu memasuki Perguruan Tinggi yang diinginkan beliau.
Untuk mengatasi hal tersebut aku bingung mau bercerita kepada siapa lagi yang dapat menanggulangi hal-hal tersebut, karena hal tersebut telah menjamur di setiap sekolah di negaraku. Jadi mau tidak mau aku harus terima dan hanya bisa mengeluh kepada keluargaku. Dalam agama yang kuyakini sesungguhnya telah mengharamkan hal-hal tersebut, tapi karena pemerintah saja membiarkan kami orang yang jujur di telan oleh orang yang “berpalsu”, sehingga orang yang jujur hanya bisa diam melihat hal bodoh terus menerus terjadi walaupun mereka telah berusaha untuk menasihati dan mengajak yang lain untuk tidak melakukan lagi.


Sekarang aku hanya bisa mengadukannya dengan suatu ungkapan:

-----"Aku telah berusaha, hasilnya aku berharap dan pasrah kepada Allah SWT"-----

Minggu, 13 April 2014

---Kepasrahan dan Keberusahaan Seorang Hamba--


Dalam hidup belum tentu pasti
Hidup tak harus bermaksud mencari perhatian
Iya benar hidup ada di tangan Tuhan
janganlah kamu merendah untuk kepalsuan hati yang tak datang untukmu
Sejujurnya hidupmu sangat indah bila kau khayati
Melihat sejauh mana kau bisa mencapai, dan menyayangi dirimu
Tuhan Sungguh Sempurna
Dengan tangan-Nya, kau bisa bahagia maupun bisa terjatuh
bukan hanya harta, tapi “perputaran” hatimu di pelukan-Nya
“Tinggikan” hatimu saat kau terpuruk, fahami dan saringlah...
Rendahkan hatimu, saat kau di tiang tertinggi bagimu..
Kehidupan harus dijalani, bukan hanya di lihat dengan tatapan kosong dan kosong...
Lari.. Lari... dan Lari...
Janganlah kamu terdiam untuk berusaha terbang, karena itu ekspetasi yang tak berbentuk...
Puisi sebenarnya ada di atas dan tengah dari dirimu sebagai ciptaan Tuhan paling sempurna..
Hidup bukan untuk bergantung tapi bertolong-tolong dan pemenuhan akal dan batin...
serta nafsu akhirat, bukan nafsu dunia yang sombong...
Fahami Tuhan, bukan fahami manusia yang dusta kepada Tuhannya...


                   ---Mari hadapi kenyataan dengan Istiqomah bersama---

Kelunturan Rasa Sahabat di Sebuah Pertemuan

Tanggal: Tiga belas April tahun Empat belas

Guys, ini diaryku...
Kemarin aku jalan-jalan dengan teman-temanku di salah satu supermall di kota kelahiranku.
Sebelum aku berangkat, aku berekspetasi dan merasakan bahagia karena bisa bertemu sahabat-sahabatku yang aku sayang dengan humorisnya mereka yang dulu pernah mereka tunjukkan kepadaku.
Ternyata semua khayalanku hanya ekspetasi semata. Awal bertemu memang terasa terpuaskan dan menggembirakan karena rasa rinduku telah terobati, tapi itu cuma sebatas awal saja.
Kemudian, kita mulai  jalan menyusuri setiap sudut suatu mall dengan berjalan yang diawali di sekitar bioskop. Mulanya si N mengajak kami menonton tapi karena aku ingat aku sedang tidak membawa uang lebih, aku beralasan minta di traktir itupun gak digubriskan oleh dia.
Kemudian kami berjalan ke toko buku di lantai paling atas dengan tertawa, karena jenuh kami turun dan mondar-mandir dilantai satu dengan tertawa ria bersama, yang diakhiri dengan membeli es krim walls dan mencari tempat di salah satu meja bundar. Aku kira kita akan melanjutkan senda gurauan tersebut hingga kami pulang, tapi ternyata pikiranku salah. Disana aku sendiri mulai merasa gak nyaman, kenapa demikian? hal itu disebabkan karena teman- temanku saling memainkan gadget barunya. temanku si D bersosial media ria, sedangkan si N bergembira ria dengan tablet barunya. Temanku si N mengeluarkan gadget barunya dari dalam tasnya, sedangkan si D tertawa lepas melihat dan membaca status yang tampil di beranda sosial media miliknya, Aku? Ya aku hanya melihat kedepan dengan pandangan kosong yang merasakan suasana tersebut tanpa sepengetahuan mereka. Aku mengingat perjanjian yang aku buat dan persetujuan mereka bahwa jika kita bertemu, kita harus memprioritaskan kita sebagai sahabat, bukan kita tentang pacar atau kita tentang barang-barang kita. Mungkin semua itu mereka anggap hanya perjanjian khayalan yang tak dianggap dan tak diingat oleh mereka. Kemudian mereka mengajakku makan bakso dulu yang ada di belakang mall tersebut, tapi karena aku bosan dengan mereka, aku beralasan bahwa aku mau ambil titipan Ibu. tapi mereka bilang ke aku itu hanya alasan dan memaksa mengajakku makan, setelah makan aku bilang mereka aku pulang sekarang. Sebelum aku pulang, aku mengambil titipan ibu, dan pulang sampai dirumah dengan selamat walaupun dengan hati kecewa.


---------------------------------------------hanya seuntaian cerita lama--------------------------------------------